BIMA LAKSANA PUTRA
Dosen :
Bpk. Timbul Pardede
Mata Kuliah : Pendidikan Jarak Jauh
PROSES PEMBELAJARAN dan STUDENT CENTRE LEARNING (SCL)
Model pembelajaran yang selama ini dilakukan yaitu
model pembelajaran konvensional (faculty teaching) atau yang dikenal dengan Teacher Centre Learning (TCL) seperti model kuliah mimbar,
kental dengan suasana instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Lebih dari itu
kewajiban pendidikan dituntut untuk juga memasukkan nilai-nilai moral, budi
pekerti luhur, kreatifitas, kemandirian dan kepemimpinan, yang sangat sulit
dilakukan dalam sistim pembelajaran yang konvensional, dimana kompetensi soft skill tersebut sangat membantu lulusan untuk
berhasil dalam dunia kerja. Sistim pembelajaran konvensional kurang flexsibel
dalam mengakomodasi perkembangan materi perkuliahan karena dosen harus intensif
menyesuaikan materi dengan perkembangan teknologi terbaru. Kurang bijaksana
jika perkembangan teknologi jauh lebih cepat dibanding dengan kemampuan dosen
dalam menyesuaikan materi perkuliahan dengan perkembangan tersebut, karena
dapat dipastikan lulusan akan memiliki kompetensi yang kurang (penguasaan
pengetahuan /teknologi terbaru). Sehingga dengan latar belakang tersebut maka
pola pembelajaran konvensional atau paradigma Faculty
teaching ke Student-CenteredLearning
(SCL) sangat tepat untuk di implementasikan pada proses pembelajaran.
PROSES PEMBELAJARAN
Komponen pembelajaran meliputi input, proses,
output, outcome, dan impact, input terdiri dari mahasiswa(dengan berbagai
atribut yang melekat padanya), kurikulum dan fasilitas (dosen,
gedung, laboratorium, perpustakaan, dana). Proses
pembelajaran melibatkan mahasiswa, dosen, staf pendukung, kurikulum,
fasilitas, dan peluang. Output dapat diukur dari IPK, proporsi lulusan, lama
studi, dan waktu tunggu untuk memperoleh pekerjaan. Outcome dicirikan oleh
kriteria kompetensi lulusan yang harus dikuasai dan dilaksanakan olehnya;
kriteria ini melekat pada tujuan pembelajaran dari masing-masing program studi.
Impact dapat diukur, dilihat, atau digali dari komunitas, stake holders,
maupun alumni, beberapa waktu setelah lulusan bekerja.
Walaupun sulit diukur, dari output, outcome, dan impact dapat diambil
manfaatnya untuk perbaikan mutu mahasiswa baru, kurikulum, fasilitas,
serta proses pembelajaran itu sendiri.
Proses pembelajaran harus
mengacu pada tujuan pendidikan; sementara
itu implementasi inovasi pendidikan harus mempertimbangkan tantangan
(bukan hambatan) yang selalu muncul sebagai akibat dari upaya pencapaian
tujuan pendidikan. Menurut Tiffin dan Rajasingham, tujuan pendidikan
adalah “ ….providing assistance to learners that enables them to
achieve levels of development (and efficiency) that they would not be able
to achieve by themselves”, dan tantangan pendidikan adalah “
…creating effective learning environment and resources”.
Sementara itu, pendidikan mempunyai tujuan sosial,
bukan semata-mata pencapaian pengetahuan,
ketrampilan, dan kemampuan tertentu yang bersifat individual.
SPICES
Strategi inovasi
pendidikan secara integral meliputi pendekatan student-centered learning,
problem-based, integrated curriculum, community oriented, elective program, dan
systematic (SPICES). Dari 6 elemen tadi maka student-centered
learning, integrated curriculum, dan elective program merupakan
elemen-elemen yang sangat penting dan pelaksanaannya memerlukan
sumbangsih dan keterlibatan dari semua pihak yang
terkait di dalam proses pendidikan.
STUDENT CENTRED LEARNING (SCL)
Student-centered
learning (SCL) is where students work in
both groups and individually to explore
problems and become active knowledge workers rather
than passive knowledge recipients. Harmon
SW (1996)
Student-centred
learning describes ways of thinking about learning and teaching that emphasise
student responsibility for such activities as planning learning, interacting
with teachers and other students, researching, and assessing learning. Cannon,
(2000)
SCL merupakan strategi pembelajaran yang
menempatkan mahasiswa sebagai peserta didik (subyek) aktif dan mandiri,
dengan kondisi psikologik sebagai adult learner,
bertanggung jawab sepenuhnya atas pembelajarannya,
serta mampu belajar beyond the classroom. Kelak,
para alumni diharapkan memiliki dan menghayati karakteristik
life-long learning yang menguasai hard skills, soft skills, dan
life-skills yang saling mendukung. Di sisi lain, para dosen beralih
fungsi, dari pengajar menjadi mitra pembelajaran maupun sebagai
fasilitator (from mentor in the center to guide on the
side).
Materi dan model penyampaian
pembelajaran dalam SCL secara lengkap meliputi 3 aspek, yaitu
(a) isi ilmu pengetahuan (IPTEK ), (b)
sikap mental dan etika yang dikembangkan, dan (c)
nilai-nilai yang diinternalisasikan kepada para mahasiswa. Di dalam
proses SCL terdapat hubungan “tarik-menarik” antara learner support
dan learner control.
Taksonomi intelligent
tutoring systems meliputi hubungan fungsional
dosen terhadap mahasiswa (tutor,
penasihat, kritik, memberi bantuan, konsultan, agen)
dan aktivitas dosen (mengajar, membimbing, memberi
visualisasi, menjelaskan, memberi kritik, beradu
pendapat , dan bahkan “menghambat ”). Memperhatikan taksonomi tadi maka
dosen yang terlibat di dalam proses
pembelajaran yang berorientasi SCL perlu memiliki kompetensi
yang sesuai dengan proses yang sedang berjalan.
Di lain pihak, penanggung jawab institusi terdepan perlu
memperhatikan seluruh aspek yang terkait dan terlibat dalam
proses pembelajaran (lihat gambar) agar seluruh
kebijakan (policy) didasarkan untuk menjamin terselenggaranya
proses pembelajaran secara kondusif, efisien, dan efektif.
Didalam proses SCL bukan hanya kompetensi dosen
yang harus meningkat, tetapi perubahan paradigma dan mindset adalah merupakan
hal utama. Berkaitan dengan perubahan mindset, Jordan & Spencer menyatakan
bahwa “… student-centered learning demands that not only that teachers are
experts in their fields but also – and more importantly -that they understand
how people learn”. Lebih jauh Harmon dan Hirumi menegaskan
bahwa “ …because of new emerging technologies such as networking
and rapid access to vast stores of knowledge, the students can become active
seekers rather than passive
recipients to knowledge”.
recipients to knowledge”.
Gambaran lain tentang perbedaan antara
traditional teaching (Teaching
Centre Learning) dan
Student-Centered Learning adalah sebagai berikut :
No
|
TRADITIONAL
TEACHING
(Teaching
Centre Learning)
|
NEW
LEARNING
(Student
Centre Learning)
|
1
|
Transformasi pengetahuan dari dosen ke Mahasiswa.
|
Mahasiswa aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
yang dipelajari.
|
2
|
Mahasiswa menerima pengetahuan secara pasif.
|
Mahasiswa secara aktif terlibat dalam mengelola pengetahuan.
|
3
|
Lebih menekankan pada penguasaan materi.
|
Tidaj terfokus hanya pada penguasaan materi, tetapi juga
mengembangkan sikap belajar(life long learning)
|
4
|
Single Media.
|
Multimedia.
|
5
|
Fungsi dosen pemberi informasi utama dan evaluator.
|
Fungsi dosen sebagai motivator, fasilitator dan evaluator.
|
6
|
Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan terpisah.
|
Proses pembelajaran dan penilaian dilakukan berkesinambungan
dan terintegrasi.
|
7
|
Menekankan pada jawaban yang benar saja.
|
Penekanan pada proses pengembangan pengetahuan. Kesalahan
dapat digunakan sebagai sumber belajar.
|
8
|
Sesuai dengan pengembangan ilmu dalam satu disiplin saja.
|
Sesuai dengan pengembangan ilmu dengan pendekatan
interdisipliner.
|
9
|
Iklim belajar individual dan kompetitif.
|
Iklim yang dikembangkan bersifat kolaboratif, suportif dan
kooperatif.
|
10
|
Hanya mahasiswa yang dianggap melakukan proses pembelajaran.
|
Mahasiswa dan dosen belajar bersama dalam mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan.
|
11
|
Perkuliahan merupakan bagian terbesar dalam proses
pembelajaran.
|
Mahasiswa melakukan pembelajaran dengan berbagai model
pembelajaran SCL.
|
12
|
Penekanan pada tuntasnya materi pembelajaran.
|
Penekanan pada pencapaian kompetensi mahasiswa
|
13
|
Penekanan pada bagaimana cara dosen melakukan pengajaran.
|
Penekanan pada bagaimana cara mahasiswa melakukan
pembelajaran.
|
14
|
Cenderung penekanan pada penguasaan Hard-Skill Mahasiswa
|
Penekanan pada pengusaan Hard Skill dan Soft
Skill.
|
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN DALAM SCL
Student-Centered Learning memiliki potensi untuk
mendorong mahasiswa belajar lebih aktif, mandiri, sesuai dengan irama
belajarnya masing-masing, sesuai dengan perkembangan usia peserta didik, irama
belajar mahasiswa tersebut perlu dipandu agar terus dinamis dan mempunyai
tingkat kompetensi yang tinggi. Beberapa model pembelajaran SCL adalah sebagai
berikut:
Small Group Discussion (SGD)
Metode diskusi merupakan model pembelajaran yang
melibatkan antara kelompok mahasiswa dan kelompok mahasiswa atau kelompok mahasiswa
dan pengajar untuk menganalisa, menggali atau memperdebatkan topik atau
permasalahan tertentu.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) membuat
rancangan bahan diskusi dan aturan diskusi. (2) Menjadi moderator dan sekaligus
mengulas pada setiap akhir sesi diskusi. Sedangkan mahasiswa (1) membentuk
kelompok (5 -10) mahasiswa, (2) memilih bahan diskusi, (3) mempresentasikan
paper dan mendiskusikannya di kelas.
Role-Play and Simulation
Metode ini berbentuk interaksi antara dua atau lebih
mahasiswa tentang suatu topik atau kegiatan dengan menampilkan simbol-simbol
atau peralatan yang menggantikan proses, kejadian, atau sistem yang sebenarnya.
Jadi dengan model ini mahasiswa mempelajari sesuatu (sistem) dengan menggunakan
model.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang
situasi atau kegiatan yang mirip dengan sesungguhnya, bisa berupa; bermain
peran, model, dan komputer, (2) Membahas kinerja mahasiswa. Sedangkan mahasiswa
(1) mempelajari dan menjalankan suatu peran yang ditugaskan, (2) memperaktekan
atau mencoba berbagai model yang telah disiapkan (komputer, prototife, dll).
Discovery Learning
Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar atau
penelitian kepada mahasiswa dengan tujuan supaya mahasiswa dapat mencari
sendiri jawabannya tampa bantuan pengajar.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyediakan
data atau metode untuk menelusuri pengetahuan yang akan dipelajari mahasiswa,
(2) memeriksa dan memberikan ulasan terhadap hasil belajar mahasiswa. Sedangkan
mahasiswa (1) mencari, mengumpulkan, dan menyusun informasi yang ada untuk
mendeskripsikan suatu pengetahuan yang baru, (2) Mempresentasikan secara verbal
dan non verbal.
Self-Directed Learning
Metode ini berbentuk pemberian tugas belajar kepada
mahasiswa, seperti tugas membaca dan membuat ringkasan.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) memotivasi dan
memfasilitasi mahasiswa, (2) memberikan arahan, bimbingan dan umpan balik
kemajuan belajar mahasiswa. Sedangkan mahasiswa (1) merencanakan kegiatan
belajar, melaksanakan, dan menilai pengalaman belajar sendiri, (2) inisiatif
belajar dari mahasiswa sendiri.
Cooperative Learning
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia
sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai
tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan
memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, mahasiswa
dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman,
tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih
beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup
bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan
pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu
mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan
pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok
terdiri dari 4 – 5 orang, mahasiswa heterogen (kemampuan, gender, karekter),
ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa
laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi,
pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi
hasil kelompok, dan pelaporan.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) merancang dan
memonitor proses belajar mahasiswa, (2) menyiapkan kasus atau masalah untuk
diselesaikan mahasiswa secara berkelompok. Sedangkan mahasiswa (1) membahas dan
menyimpulkan masalah atau tugas yang diberikan secara berkelompok (2) melakukan
koordinasi dalam kelompok.
Contextual Learning (CL)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang
dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang
terkait dengan dunia nyata kehidupan mahasiswa (daily life modeling), sehingga
akan terasa manfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul,
dunia pikiran mahasiswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman
dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas mahasiswa,
mahasiswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan
pengembangan kemampuan sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga
bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian,
motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu,
contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh
mahasiswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on,
hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis,
konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman
sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu,
rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan
sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha mahasiswa, penilaian
portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan
berbagai cara).
Dengan metode ini pengajar harus, (1) menyusun tugas
untuk studi mahasiswa terjun di lapangan, (2) menjelaskan bahan kajian yang
bersifat teori dan mengkaitkan dengan situasi nyata atau kerja profesional.
Sedangkan mahasiswa (1) Melakukan studi lapapangan atau terjun di dunia nyata
untuk mempelajari kesesuaian teori (2) membahas konsep atau teori yang
berkaitan dengan situasi nyata.
Problem Based Learning (PBL)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah.
Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual mahasiswa,
untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus
dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana
nyaman dan menyenangkan agar mahasiswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah
metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi,
investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merangsang
tugas belajar dengan berbagai alternatif metode penyelesaian masalah (2)
Sebagai fasilitator dan motivator. Sedangkan mahasiswa (1) Belajar dengan
menggali atau mencari informasi (inquiry), serta memamfaatkan informasi
tersebut untuk memecahkan masalah faktual yang sedang dihadapi, (2)
Menganalisis strategi pemecahan masalah.
Collaborative Learning (CbL)
Metode ini memungkinkan mahasiswa untuk mencari dan
menemukan jawaban sebanyak mungkin, saling berinteraksi untuk menggali semua
kemungkinan yang ada.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) Merancang
tugas yang bersifat open ended, (2) Sebagai fasilitator dan motivator.
Sedangkan mahasiswa (1) Membuat rancangan proses dan bentuk penilaian
berdasarkan konsensus kelompok sendiri (2) Bekerja sama dengan anggota
kelompoknya dalam mengerjakan tugas.
Project Based Learning (PjBL)
Metode pembelajaran ini adalah memberikan tugas-tugas
project yang harus diselesaikan oleh mahasiswa dengan mencari sumber pustaka
sendiri.
Dengan metode ini pengajar harus, (1) merumuskan
tugas dan melakukan proses pembimbingan dan asesmen, (2) Sebagai fasilitator
dan motivator. Sedangkan mahasiswa (1) Mengerjakan tugas (berupa proyek) yang
telah dirancang secara sistematis (2) menun-jukkan kinerja dan
mempertanggungjawabkan hasil kerja di forum.
Daftar Pustaka
1.
Atwi Suparman (1997). Desain Instruksional. Pusat
Antar Universitas., DIKTI
2.
Ary Ginanjar Agustian (2002). Emotional Spritual Quotient
(ESQ). Jakarta: Arga.
3.
Buku Kerja, (2000), Ancangan Aplikasi Peningkatan Proses Belajar
Mengajar, APTIK
4.
Burton, L (1993). The Constructivist Classroom
Education in Profile. Perth: Edith Cowan University.
5.
Buzan, Tony (1989). Use Both Sides of Yoru Brain,
3rd ed. New York: Penguin Books.
6.
Cord (2001). What is Contextual Learning.
WWI Publishing Texas: Waco.
7.
De Porter, Bobbi (1992). Quantum Learning.
New York: Dell Publishing.
8.
Ditdik SLTP (2002). Pendekatan Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning, CTL). Jakarta.:Depdiknas.
9.
Erman, S.Ar., dkk. (2002). Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-FPMIPA.
10. Fischer G , Palen L. Learner-centered
design: beyond “gift -wrapping”. Center forLifelong Learning &
DesignUniversity of Colorado at Boulder 1999.
11. Siswomihardjo
KW. Kearifan Guru Besar dalam
perspektif normatif danaktualitasnya. Focus Group
Discussion: Kearifan Guru besar, Keteladanan / Budaya
Panutan; Universitas Gadjah M ada, 29 Oktober 2004.
12. Cook J,
Cook L. How technology enhances the
quality of student -centered learning. Quality Progress
1998;31(7):59-63.
13. Gardner, Howard (1985). Frame of Mind: The Theory of Multiple Ilntelligences. New
York: Basic Bools.
14. Goleman, Daniel (1995). Emotional Intelligence. New York: Bantam Books.
15. Harsono, (2004), Kearifan
dalam transformasi pembelajaran: dari teacher-centered ke student-centered
learning, Makalah Seminar Implementasi nilai kearifan dalam proses
pembelajaran berorientasi student-centered learning UGM.
16. Materi Pelatihan
Kurikulum Berbasis Kompetensi, (2008), Model Pembelajaran, DIKTI.
0 komentar :
Posting Komentar